RUANG OPINI - RA
9 min readMay 5, 2024

Ritual merupakan teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos juga adat sosial dan agama karena ritual merupakan agama dan tindakan. Ritual bisa pribadi atau berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti upacara kelahiran, kematian, pernikahan, dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri kepada kesakralan suatu menuntut diperlakukan secara khusus.

Banyaknya suku-suku yang tersebar di Indonesia membuat masyarakatnya menjadi lebih berwarna dan memiliki keanekaragaman kebudayaan yang patut dibanggakan dan dipertahankan. Salah satu dari keanekaragaman tersebut adalah suku Talang Mamak, yang tinggal dipedalaman Indragiri Hulu dan dilindungi oleh Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Provisi Riau. Suku Talang Mamak atau yang biasa disebut orang Talang Mamak, menumbuhkan kebudayaannya sebagai tanggapan aktif terhadap lingkungannya dalam arti luas (alam, sosial, dan binaan).

Salah satu kebudayaan yang masih dipertahankan oleh orang-orang suku Talang Mamak adalah ritual Tambak Kubur, yang mana didalam prosesi upacara ritual ini relatif membutuhkan dana besar, sehingga memerlukan waktu. Minimal dua atau tiga bulan setelah seseorang meninggal. Jika uang sudah terkumpul dan dianggap cukup untuk menambak kubur, maka pada hari yang telah ditentukan para ahli waris dan handai taulan berkumpul di rumah duka. Sebuah patung manusia yang terbuat dari kayu lumpung dikafani. Kemudian, diletakkan di ruangan tengah. Patung itu, oleh mereka, dianggap sebagai pengganti orang yang meninggal (almarhum). Para ahli waris, termasuk yang hadir, meratap-tangisinya, sehingga kehening-sunyian terpecahkan. Bagi para ahli waris beserta handai taulannya, tidak boleh tidak, ratap-tangisnya harus sampai kuburan. Sedangkan, yang bukan termasuk kerabatnya tidak perlu sampai di sana, tetapi cukup di rumah duka saja.

Setibanya di pemakaman mulailah mereka membuat tambak kubur yang bertingkat tiga. Sementara, kambing dan atau ayam disembelih kemudian darahnya disiramkan ke kubur tersebut (di atasnya). Menambak kubur, bagi mereka, adalah sesuatu yang mesti dilakukan karena dengan melakukan itu sang Arwah akan berada di sisi Sang Penciptanya. Dalam hal ini adalah dunia yang abadi. Ini artinya, jika tidak dilakukan, maka Sang Arwah akan bergentayangan. Satu hal yang khas dalam upacara ini adalah peserta, satu dengan lainnya, memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang “garang”, seperti saling menyerang (seakan-akan hendak bertarung betulan).

Kuburan Orang Talang Mamak terdiri atas banyak unsur atau bagian, yaitu: birai pintu, tambak, pasak, tiang putar, balai terbang, penampak, anting-anting, burung enggang, burung cawai, bunga, lapik, sesajen, tempuyung, dan perokokon.

a) Birai pintu adalah pagar yang mengelili kuburan. Pagar ini terbuat dari kayu-kayu kecil yang telah dikuliti dengan diameter 2–3 sentimeter. Tinggi antara kuburan yang satu dengan lainnya tidak seragam. Namun, jika diambil rata-ratanya, maka tingginya tidak lebih dari 175 sentimeter. Kayu-kayu tadi diikat dengan tali yang terbuat dari kulit kayu. Demikian, sehingga membentuk pagar yang mengelilingi kuburan. Seseorang yang akan masuk ke kuburan itu, ia harus melalui pintu gerbang yang sengaja dibuat. Pada bagian atas pintu tersebut diberi dua lembar papan yang dilumuri dengan arang yang dicampur dengan kapur sirih, sehingga warnanya tidak begitu gelap sekali. Birai pintu, walaupun secara fisik bentunya sangat sederhana, namun bagi mereka mempunyai makna yang dalam. Bagi mereka pagar bukan hanya sekedar batas suatu kawasan (tempat), tetapi lebih dari itu. Ia merupakan pembatas antara dunia yang nyata dan dunia baru (alam lain). Jadi, birai pintu diibaratkan sebagai pintu gerbang yang harus dilalui oleh roh si mati agar dapat sampai ke tujuan dengan selamat. Oleh karena itu, sungguh aneh jika ada kuburan yang tidak memiliki birai pintu, karena dalam konsep mereka suatu kuburan yang tidak memiliki birai pintu berarti dunia lain yang akan dituju oleh roh si mati tidak jelas. Jika itu ada atau terjadi, maka roh si mati tidak akan sampai ke tujuan, sehingga tetap berada di tengah-tengah masyarakat dan akan selalu mengganggu ketenteraman masyarakat.

b) Tambak adalah bahasa mereka yang dalam bahasa Indonesianya berarti “makam”. Bentuknya menyerupai kerucut dengan dasar empat persegi panjang. Empat persegi yang berada di bagian paling bawah lebih luas ketimbang yang berada di atas. Demikian, seterusnya sehingga menyerupai kerucut tadi. Ia terbuat dari papan pilihan. Artinya, bukan sembarang kayu, tetapi kayu yang mereka ketahui daya tahannya lama (kuat), seperti kayu: bulian, meranti, dan tembusu. Agar kayu tersebut menjadi lebih tahan maka dicat dengan arang sehingga berwarna hitam. Dalam Pembuatan tambak ada suatu upacara yang disebut sebagai “menaikkan tanah” yang menggunakan tiang tunggal. Rangkaian upacara ini adalah: menegakkan tiang tunggal, meratap atau menangis, menyabung ayam, memusingkan balai terbang, bertanya-tanya, memercikkan darah ayam ke makam, dan menutup pintu makam.

Adapun makna yang terkandung dalam bentuk tambak yang bertingkat-tingkat itu, tidak hanya menyimbolkan sistem kemasyarakatan mereka (terutama yang berkenaan dengan status sosial seseorang), tetapi juga sistem kepercayaan yang mereka anut (animisme dan dinamisme). Jumlah dan atau tinggi-rendahnya tambak menunjukkan status sosial orang yang dikubur (meninggal). Ini bermakna bahwa semakin tinggi (banyak tingkatan) suatu tambak maka semakin tinggi status sosial yang bersangkutan. Oleh karena status sosial mereka, berdasarkan jabatan adat, adalah batin, maka tambak seorang batin lebih tinggi dari pada yang lainnya (kepala suku, manti, kumantan, dan apalagi orang kebanyakan). Untuk orang kebanyakan (rakyat biasa), jika ia meninggal dunia, maka tambaknya cukup hanya satu tingkat. Tambak, sebagaimana disebutkan di atas, juga menunjukkan sistem kepercayaan mereka. Hal itu tercermin dari bentuk tambak yang mengarah pada konsep punden yang berundak-undak. Dalam konsep ini tempat yang paling tinggi adalah tempat yang paling suci karena disitulah tempatnya roh si mati bertemu dengan para dewa. Oleh karena itu, jumlah tangga dan atau ketinggian suatu tambak sangat bermakna bagi seseorang yang meninggal dunia. Sebab semakin tinggi berarti semakin mudah untuk bertemu dengan para dewa. Dengan perkataan lain, jalannya menuju ke alam lain yang menjadi tujuan rohnya relative lebih cepat.

c) Pasak adalah pertemuan dua buah kayu pada setiap sudut dari setiap tingkatan tambak. Ia terbuat dari papan yang cukup tebal dari jenis kayu yang kuat dan tahan lama, seperti kayu bulian, meranti, dan tembusu. Agar kayu tersebut tidak cepat lapuk, maka ia dicat hitam dan putih. Warna hitam diperoleh dari arang, sedangkan warna putih diperoleh dari kapur sirih. Selanjutnya, ia diberi lukisan yang berupa bulatan-bulatan kecil dan simetris. Pasak tampaknya tidak hanya berfungsi sebagai nisan semata, tetapi ada makna lain yang terkandung di dalamnya. Dalam konteks ini pasak adalah sebagai simbol perlindungan bagi roh si mati dalam perjalanannya menuju “dunia baru”. Menurut kepercayaan mereka perjalanan roh penuh dengan rintangan (gangguan). Gangguan-gangguan itu berasal dari makhluk-makhluk halus yang datang dari berbagai arah. Oleh karena itu, pasak dihadapkan pada berbagai arah, sehingga makhluk-makhluk halus pengganggu tadi tidak dapat berkutik.

d) Tiang putar adalah satu unsur dalam tambak juga. Ia berbentuk seperti penumbuk padi (antan) tetapi dalam ukuran yang lebih panjang. Bahannya dari kayu yang keras. Ia merupakan titik tengah (sumbu) balai terbang. Tiang ini bagi kepercayaan mereka dapat diibaratkan sebagai menhir. Sebagaimana kita tahu bahwa menhir pada masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan pusat dari suatu alam gaib. Bagi masyarakat Talang Mamak, apa yang disebut tiang putar mempunyai fungsi kurang lebih sama. Dalam hal ini adalah sebagai suatu sarana untuk mempercepat perjalanan roh ke dunia baru (alam gaib).

e) Balai terbang adalah bagian atap kuburan yang terbuat dari kayu dan anak kayu yang telah dikuliti. Atapnya sendiri terbuat dari pohon nipah atau daun pohon enau. Pada pinggir atap bagian bawah dipasangi papan yang lebarnya kurang lebih 15 sentimeter. Papan tersebut dicat hitam dan putih yang bahannya dari arang dan kapur sirih. Salah satu ujungnya dipagari dengan anak-anak kayu yang telah dikupas kulitnya. Sedangkan, pada ujung lainnya dibiarkan terbuka. Di bagian bawahnya diberi lantai yang terbuat dari bambu sebagai tempat untuk meletakkan barang-barang yang dianggap berguna bagi si mati dalam kehidupan yang baru. Barang-barang itu antara lain: lapik, mangkok, tudung, tempuyung, dan perokokan. Balai ini berfungsi sebagai rumah bagi si mati yang sudah berpindah alam (tempat tinggalnya yang baru). Kehidupan di alam dunia dengan kehidupan di alam sana, menurut mereka, adalah sama. Oleh karena itu, walaupun seseorang sudah meninggal, orang tersebut tetap memerlukan berbagai peralatan sebagaimana ketika ia masih hidup. Salah satu diantaranya dan yang utama adalah rumah. Selain itu, orang yang sudah meninggal juga memerlukan hubungan dengan roh-roh lainnya. Dan, dalam berhubungan tersebut mereka (yang sudah mati) perlu menjamu tamu, pesta, tidur, berkeluarga, dan lain sebagainya, sebagaimana layaknya orang hidup di dunia.

f) Penampak adalah dua buah kayu pipih yang dipasang menyilang pada kedua ujung atas balai terbang. Ia terbuat dari papan yang lebarnya kurang lebih 20 sentimeter dan panjangnya kurang lebih 2 meter. Bentuknya seperti sebuah dayung (bagian tangkai dan bagian yang agak lebar sama panjangnya). Bagian yang agar lebar dihiasi dengan ukiran yang simetris dan dicat dengan warna hitam dan putih. Warna hitam diambilkan dari arang, sedangkan warna putih diambilkan dari kapur sirih. Ia (penampak) merupakan lambang balai terbang yang berjumlah empat buah dan menjulang ke langit. Ini merupakan simbol empat penjuru angin dengan empat malaikat. Ini bermakna bahwa si mati mesti memohon kepada keempat malaikat yang berada di empat penjuru angin (di air, di darat, di langit, dan di akherat), agar seluruh dosa-dosa atau kesalahan-kesalahannya di dunia dapat diampuni.

g) Anting-anting terbuat dari papan yang berbentuk segitiga dan sisi bagian bawahnya dibagi menjadi tiga, sehingga tampak seolah-olah bagaikan tiga buah gigi. Pada masing-masing gigi diberi rajutan (tali) dan manik-manik yang pada bagian ujungnya diikat dengan sebuah benda yang berbentuk bulat-panjang. Benda ini terbuat dari gulungan kain perca. Kemudian, papan segitiga tadi dan kain perca diberi warna hitam (dengan arang) dan warna putih (dengan kapur sirih). Pada kuburan, anting-anting ini digantungkan pada balai terbang. Jumlahnya kurang lebih 60 buah, atau malahan lebih dari itu. Sebab yang namanya anting-anting sekaligus menunjukkan status sosial orang yang mati. Dalam hal ini jika yang mati adalah orang yang terhormat dan kaya (semasa hidupnya), maka jumlah anting-antingnya lebih dari orang biasa.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa, menurut alam pikiran masyarakat Talang Mamak, kematian adalah proses kepindahan dari alam nyata ke alam lain (gaib). Mereka yakin bahwa kehidupan di alam sana tidak jauh berbeda dengan kehidupan nyata (dunia).

Didalam ritual inipun dibutuhkan adanya sesaji atau sesajen tidak lain sesaji ini berfungsi sebagai persembahan bathin bagi sang arwah atau almarhum. Didalam sesaji ini pun memiliki beberapa bagian dan fungsinya masing-masing yakni;

• Persirihan terbuat dari rotan dan daun pandan yang digunakan untuk tempat pinang, sirih, tembakau, kapur dan gambir. Persirihan merupakan satu hal yang sangat penting dalam Ritual Tambak Kubur karena persirihan berfungsi sebagai persembahan untuk Batin, Bintara dan Pemangku Adat yang lainnya dan sebagai tanda memulai ritual.

• Kain putih diberikan oleh Batin kepada pihak keluarga simati, yang memberikan Batin lansung dan dikembalikan kepada Batin kembali saat menambak kubur. Kemudian Batin atau Bintara akan memberikan kain putih kepada keluarga si mati, kain putih ini akan di gunakan untuk pembatas Tambak yang paling atas.

• Kain bercorak diberikan kepada oleh keluarga simati kepada Batin dan dikumpulkan ditengah rumah pada saat malam sebelum Ritual Tambak Kubur dilakukan, kain bercorak merupakan kain pemberian oleh keluarga atau kerabat si mati kepada almarhum. Kain bercorak digunakan pada pembatas tingkat Tambak, banyak kain bercorak yaitu sebanyak 4 helai.

• Beras yang fungsinya untuk bekal untuk si mati dan beras digunakan untuk mengisi Tambak paling atas kubur, beras digunakan sebagai pengisi Tambak paling atas.

Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat menarik kesimpulan yakni orang-orang suku Talang Mamak yang bermukim di pedalaman Indragiri Hulu ini masih sangat kental dan sangat menjaga ritual peninggalan nenek moyang mereka dalam bentuk ritual guna menghargai keluarga atau kerabat yang telah meninggal dunia dan didalam ritual Tambak Kubur ini memiliki unsur dan bagian didalam pelaksanaannya dimana disetiap unsur dan bagiannya memiliki fungsi dan filosofinya masing-masing yang sama sekali tidak diubah oleh generasi selanjutnya yang akan melakukan ritual ini.

Dan sebaiknya budaya asli Indonesia ini harus tetap dilestarikan agar terus lestari pada generasi yang akan mendatang sehingga tidak punah dikekang zaman, dan generasi muda tetap mengenal siapa jati diri bangsanya serta menambah rasa jiwa nasionalisme dalam diri individu sebagai anak Indonesia. Terlepas dari teknisnya yang dinilai kuno dan menyimpang dari ajaran agama akan tetapi budaya ini adalah hasil dari pemikiran dan kepercayaan nenek moyang kita yang tidak bisa kita salahkan dan lupakan.

Muhammad Ludfi Azhar

202115500010

No responses yet