Pernikahan Dini: Merenungi Dampak Negatif pada Kesehatan Mental

RUANG OPINI - RA
3 min readMay 5, 2024

--

Dilansir dari berita IDN Times

Dalam rentang waktu Januari hingga Juni 2020, diketahui terdapat 34.000 pengajuan permohonan dispensasi untuk pernikahan dini (di bawah 19 tahun), yang mana 97 persennya dikabulkan. Faktor yang melatarbelakangi peningkatan angka pengajuan dispensasi pernikahan ini pun beragam, dari mulai solusi perekonomian keluarga hingga pengaruh norma dan budaya di daerah setempat. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pernikahan dini berdampak negatif terhadap kesehatan remaja perempuan dan bayi yang dilahirkan. Menurut penelitian dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan tahun 2020, pernikahan dini memicu risiko kematian ibu dan bayi sebesar 30 persen. Tidak hanya itu, pernikahan di usia muda juga dapat memicu beberapa gangguan kesehatan mental pada remaja perempuan. Berdasarkan penelitian dalam Jurnal Pekerjaan Sosial tahun 2020, terganggunya kesehatan mental remaja akibat pernikahan dini disebabkan oleh ketidaksiapan psikologis remaja.

Pernikahan dini yang sering kali terjadi di usia muda tanpa kesiapan emosional dan mental yang matang, telah menjadi fokus perhatian dalam kajian kesehatan masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pernikahan dini dapat memicu sejumlah dampak negatif pada kesehatan mental individu. Pertama, stres akibat tanggung jawab yang tidak dapat dipenuhi secara psikologis dan finansial dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. Kedua, kurangnya keterampilan interpersonal dan dukungan sosial yang memadai dapat meningkatkan risiko isolasi sosial dan konflik dalam hubungan, menyebabkan tekanan emosional tambahan. Ketiga, pernikahan dini sering kali berhubungan dengan peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, yang dapat menyebabkan trauma psikologis jangka panjang.

Faktor risiko yang terlibat dalam pernikahan dini meliputi rendahnya pendidikan, tekanan sosial dan budaya, serta ketidakstabilan ekonomi. Peran penting juga dimainkan oleh kurangnya akses terhadap layanan kesehatan mental yang memadai, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah yang kurang berkembang.

Implikasi kebijakan meliputi perlunya pendekatan yang holistik dalam mengatasi pernikahan dini, termasuk pendidikan seks yang lebih baik, dukungan sosial yang lebih besar bagi para remaja, dan upaya untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka. Pentingnya integrasi layanan kesehatan mental dalam program-program pernikahan dan keluarga juga perlu ditekankan.

Menurut saya dampak dari pernikahan dini yang dilakukan oleh remaja di bawah umur yakni para remaja ini akan mengalami tekanan psikis yang berakibat pada pernikahannya maupun kepada anaknya jika kelak ia memiliki anak. Lebih jauh lagi, pernikahan dini akan mempengaruhi kualitas keluarga dan berdampak langsung pada rendahnya kesejahteraan keluarga. Dampak psikologis dari pelaksanaan pernikahan dini dapat menimbulkan terjadinya kecemasan, stres, depresi dan perceraian. Pada umumnya pasangan remaja kurang begitu memahami arti sebuah ikatan suci pernikahan, mereka melakukan pernikahan semata — mata hanya karena cinta dan dorongan dari orang tua si gadis agar anaknya lekas menikah supaya tidak dianggap sebagai perawan tua.

Kesehatan mental pasangan pernikahan usia dini dapat berupa ketidakstabilan emosi yang dapat mempengaruhi pola asuh anak dan kesulitan dalam mengurus diri sendiri yang memang belum saatnya mereka beralih peran menjadi orang tua, kondisi tersebut mempengaruhi mental pasangan karena adanya tekanan yang berat, depresi dan tidak sedikit yang tega menghabisi nyawa anak dan dirinya sendiri.

Dengan memahami dampak pernikahan dini pada kesehatan mental, kita dapat mengarahkan upaya untuk mencegahnya dan menyediakan dukungan yang sesuai bagi individu yang terpengaruh. Melalui pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, kita dapat membantu memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang sehat dan memenuhi potensi mereka secara menyeluruh.

Oleh karena itu, pernikahan dini seharusnya tidak dilakukan, dan pemerintah serta masyarakat perlu memberikan perhatian lebih pada pendidikan dan kesehatan mental remaja untuk menghindari pernikahan dini. Mengatasi risiko kesehatan mental akibat pernikahan dini memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Dengan mengembangkan keterampilan emosional, keuangan, komunikasi, konflik, dan pengembangan diri, serta menghindari kekerasan, pasangan dapat mengurangi risiko gangguan kesehatan mental dan memperbaiki hubungan pasangan.

Oleh Reviena Anggita N (202115500002)

--

--

No responses yet