Ketidakhadiran Ayah Dalam Kehidupan

Anak butuh ayah dalam langkah yang diambil dalam perjalanan kehidupannya

RUANG OPINI - RA
5 min readMay 4, 2024

Thread yang diunggah oleh Annisa N. Thaib pada akun X (@chachathaib) membuat panas media sosial. 23 April 2024, Chacha menuliskan keresahannya di akun X. Ia menceritakan bagaimana mantan suaminya yang hanya memberikan nafkah kepada anaknya sebesar 8.000 rupiah. Bahkan sang mantan suami menyuruh untuk tidak sekolah dulu ketika Chacha bertanya perihal sekolah Binar (anak perempuannya).
Tulisan Chacha membuat warganet geram dan tak habis pikir dengan sikap yang dilakukan oleh mantan suami Chacha. Beberapa komentar warganet mengatakan,
"It’s crazy to see how he said ga usah sekolah dulu. Semoga lo selalu baik2 aja ya cha." ( @fxmario)

"As a father, it’s never crosses my mind to say “Ya udah ga usah sekolah dulu,” to any of my kids. Semoga rezeki lo dan Binar selalu dilancarkan. Binar doesn’t need an irresponsible man to be her father." (@glrhn)

" "gak usah sekolah dulu" terlontar dari mulut seorang AYAH… A-YAH??????" (@ladybloem)

Hal ini menjadi perbincangan yang menarik perhatian saya. Karena ternyata yang dilakukan mantan suami Chacha menjadi salah satu tanda ketidakhadiran sosok ayah dalam kehidupan seorang anak, terutama perempuan. Peran ayah yang meninggalkan kewajibannya akan membuat kehidupan sang anak menjadi kosong, tak terarah. Jika perihal nafkah saja, laki-laki tidak mampu untuk memberi, bagaimana dengan peran-peran lain yang mesti dijalani?

Berikut saya lampirkan tampilan layar percakapan Chacha dengan mantan suaminya yang diunggah melalui akun X tersebut.

Pendapat Saya

Nyatanya, ketidaktanggung jawaban seorang laki-laki dalam rumah tangga seringkali dirasakan oleh kaum perempuan. Kebanyakan yang terjadi, laki-laki melepaskan tanggung jawab mereka begitu saja. Menelantarkan anak, hilang tak memberi kabar bahkan tidak bertanya kabar anak, tidak memberi nafkah. Hal ini membuat sosok ayah menjadi abu-abu dalam kehidupan anak. Bahkan menjadi semakin abu-abu ketika secara raga sosok ayah ada, namun secara psikis sosok ayah tak hadir di dalamnya. Cukup banyak para ayah tidak menyadari dan tidak menyaksikan tumbuh kembang yang dialami anak sejak kecil. Di beberapa kasus, penyebabnya bisa karena ayah yang terlalu sibuk bekerja, tidak memiliki waktu bermain atau ngobrol dengan anak. Padahal jika ayah menyadari betapa penting perannya dalam kehidupan anak, tidak ada alasan tidak ada waktu. Bukan perihal sempat tidak sempat, tapi mau atau tidak.
Pada kasus Chacha, mantan suaminya tak hanya tidak memberi nafkah namun dikatakan bahwa ia juga sulit sekali untuk sekedar bertanya bagaimana kabar anaknya. Setelah tulisan Chacha viral, barulah mantan suami bertanya kabar Binar.
Chacha mengatakan,

Kenapa sih nunggu rame dulu.
Ngga susah kan ternyata untuk nanya kaya gini?
sempet kan ternyata?
Bisa kan ternyata?
Ternyata harus pake doa sama diramein dulu baru ada perubahan udah kaya pemerintah.
Bismillah, mudah2an walau nafkah blm ada kejelasan, nanya kabar gini konsisten.

Keresahan Chacha ternyata dirasakan pula oleh para istri dan anak perempuan di luar sana. Banyak diantara mereka yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Padahal secara fisik kepala rumah tangga mereka masih dalam keadaan baik-baik saja. Hanya karena ketidaktanggung jawaban tersebut membuat para istri dan anaknya ikut mencari nafkah, terutama anak pertama. Beban yang seharusnya tidak mereka dapatkan ini membuat ketidakseimbangan di dalam rumah.
Pada anak perempuan pertama, tentu itu akan sangat terasa sulit sekali. Ketidakhadiran dan lepasnya tanggung jawab sosok ayah membuat anak perempuan tidak memiliki figur laki-laki yang baik seperti apa. Sehingga di beberapa kasus dialami oleh anak perempuan yang sulit mencari pasangan karena ia mencari sosok laki-laki yang tidak seperti ayahnya. Belum lagi pengalaman masa kecil mereka yang kurang baik, menyisakan trauma hingga anak perempuan mereka tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan luka pertama yang ditoreh oleh ayahnya. Cukup ironis, tapi itu lah realita.

Menurut website nu.or.id dikatakan bahwa berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2021. Sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Kasus Chacha membuat saya berpikir, anak-anak Indonesia akan terus tumbuh menjadi orang dewasa yang hidupnya dijalani tanpa peran ayah, jika hal wajib untuk menafkahi saja mereka tidak menyanggupi. Mengapa ia memutuskan menikah jika belum sanggup untuk menafkahi? Mengapa ia berani untuk memiliki anak jika keuangannya belum mumpuni? Lebih sedihnya, mengapa ia tidak sanggup bertanggung jawab untuk darah dagingnya sendiri? Mengapa ia rela kehidupan anaknya terkikis hancur oleh tangannya sendiri? Kata mengapa terus berputar dalam pikiran saya. Mengapa bisa laki-laki mengambil keputusan besar tanpa persiapan yang matang. Menikah lalu punya anak bukanlah keputusan remeh-temeh yang bisa ditinggalkan begitu saja. Dua hal tersebut merupakan keputusan yang riskan, jika sedikit saja tidak seimbang maka akan menghancurkan.
Menjadi ayah memang bukanlah tugas yang mudah. Menurut saya, menjadi orang tua adalah pelajaran seumur hidup. Tidak ada habisnya. Anak akan terus bertumbuh dan berkembang. Seiring pertumbuhan mereka, disitu pula peran orang tua terus diasah dan diuji. Namun jika orang tua tidak mampu mempelajarinya, maka yang terjadi adalah melepaskan hal-hal yang semestinya dijaga dan dipertahankan. "Lepas" yang mereka lakukan akhirnya berbuah pada anak yang enggan mengenal siapa sosok ayahnya. Berbuah pada anak yang tidak mengerti bagaimana figur laki-laki dalam hidupnya. Berbuah pada perjalanan anak yang dijalani dengan berat sebelah.

Lagi-lagi menjadi ayah memang tidak mudah. Namun bukan berarti tidak bisa. Saya percaya, jika laki-laki mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri, atas keputusan yang mereka pilih. Mereka tidak akan melepaskan tanggung jawab besarnya di dunia, tak hanya di dunia tapi di akhirat kelak. Jika peran ayah begitu berat untuk dijalani, maka temukan perempuan yang bisa membuat perannya terasa lebih mudah. Pernikahan dibangun oleh dua orang. Memiliki anak dibuat, diasuh, dibesarkan oleh dua orang. Maka dari itu jalanilah kedua peran masing-masing dengan berdua. Agar tidak menaruh luka sekecil apapun pada anak. Ajak anak bermain, perkenalkan dunia dengan hal-hal sederhana. Sering-sering mengajak anak ngobrol. Tanya bagaimana perasaannya, bagaimana harinya, bagaimana sekolahnya, bagaimana keadaannya. Cari tau dan kenali isi pikiran dan kondisi hatinya, karena disana celah untuk ayah hadir dalam setiap langkah yang diambil dalam hidup anaknya. Karena terkadang bukan anak yang salah mengambil langkah, tapi keterlibatan ayah yang tidak hadir di dalamnya.

Oleh :

Senja Gemintang Kejora Angraini — 202115500006

--

--

No responses yet