RUANG OPINI - RA
6 min readMay 4, 2024

Keroncong adalah salah satu genre musik di Indonesia yang dihasilkan dari akulturasi budaya antara musik daerah dan kolonial masa Portugis dan Belanda. Ciri khas dari musik keroncong adalah penggunaan alat musik gitar kecil atau sering disebut dengan ukulele, suling, piano, biola, dan gitar. Genre musik yang sangat terkenal di wilayah kota Solo ini dapat di temui juga di wilayah Jakarta, namanya adalah Keroncong Tugu.

Dikutip dari artikel jurnal Paguyuban Keroncong Kampung Tugu, Jakarta Utara: Studi Pada Keroncong Tugu Cafringo Tahun 2006–2019 karya Putri Perwira Feriyansah, Keroncong Tugu merupakan sebuah musik yang pertama kali muncul di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Oleh karena itu, dikenal dengan sebutan keroncong Tugu oleh masyarakat luas. Kampung Tugu merupakan tempat tinggal bagi masyarakat keturunan dari Portugis yang tinggal di Batavia pada saat itu. Dalam lirik lagu keroncong tugu pun terdapat kata atau bahasa dari Portugis sehingga bisa dikatakan bahwa keroncong Tugu memiliki pengaruh dari orang-orang Portugis.

Berdasarkan sumber buku Ensiklopedia Jakarta: Culture & Heritage, Buku III, awal mula kedatangan orang Portugis di Kampung Tugu ini adalah mereka merupakan tawanan dari perang Malaka yang dibawa oleh Belanda ke Batavia. Malaka pada saat itu adalah pusat perdagangan dari Portugis tetapi berhasil dikuasai oleh pasukan Belanda. Mereka di bebaskan kembali pada saat telah sampai di Batavia, tetapi dengan syarat bahwa mereka harus mengikuti ajaran agama Kristen yang sebelumnya mereka mengikuti ajaran agama Khatolik. Sehingga orang-orang portugis yang mematuhi syarat tersebut, mereka diberi sebutan sebagai kaum Mardijkers (kaum merdeka).

Awal mula hadirnya Keroncong di Kampung Tugu ialah dari penciptaan sebuah musik untuk hiburan setelah orang-orang Tugu pulang dari bekerja. Pada zaman itu, Kampung Tugu berada di wilayah terpencil dan sulit untuk menemukan sebuah hiburan. Kemudian dibentuk sebuah kelompok musik, dimana selama perkembangannya berubah menjadi sebuah musik yang dikenal masyarakat luas. Musik yang dimainkan memiliki suara yang khas seperti crong yang menjadi awal mula penyebutan nama musik Keroncong. Salah satu kelompok musik Keroncong di Kampung Tugu yang diakui eksistensinya ialah Keroncong Tugu Cafrinho.

Keroncong Tugu Cafrinho merupakan sebuah kelompok keroncong yang melanjutkan perjalanan Orkes Poesaka Kerontjong Moresco Toegoe, sebagai penggagas keroncong pertama di Kampung Tugu. Lalu bagaimana eksistensi dari Keroncong Tugu Cafrinho di Jakarta maupun di ajang internaisonal? Mari kita bahas.

Keroncong Tugu Cafrinho dulunya bernama Orkes Poesaka Kerontjong Morescho Toegoe yang dibentuk oleh dibentuk oleh Yosep Quiko. Awal mula terjadi ketika Yoseph Quiko mengumpulkan para pemuda tugu untuk ikut bergabung Tahun 1925. Kemudian pada Tahun 1935, digantikan oleh Jacobus Quiko. Pasca kemerdekaan, keroncong Tugu sempat tidak beroperasi karena masalah keamanan, yaitu terjadinya serangan masyarakat terhadap keturunan Portugis di Kampung Tugu mengakibatkan keturunan tersebut terpecah-belah di berbagai tempat. Setelah keadaan aman pada Tahun 1970, Jacobus menghidupkan kembali kesenian Keroncong Tugu dengan mengumpulkan kembali pemain yang masih tersisa hingga kemudian Yosep Quiko meninggal dan digantikan oleh adiknya yang bernama Samuel Quiko pada Tahun 1978. Samuel Quiko memberikan sebuah perubahan dengan membuat keroncong lebih dikenal oleh masyarakat. Terbukti ketika mereka diundang dalam sebuah acara besar di Belanda pada Tahun 1989. Nama Himpunan Orkes Poesaka Kerontjong Morescho Toegoe oleh Samuel Quiko diganti menjadi Keroncong Tugu Cafrinho pada Tahun 1992. Sepeninggalan Samuel Quiko pada 2006, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu Guido Quiko

Berdasarkan artikel jurnal Keroncong Tugu : The Beat of Nasionalism From Betawi, Jakarta, Indonesia karya Chysanti Arumsari , alat musik yang digunakan pun mereka sendiri yang buat. Musik yang sering dibawa oleh kelompok ini adalah Kaparinyo, Moresco, dan setambul yang merupakan judul lagu lama mereka. Kostum yang mereka gunakan pun juga tergolong unik. Seperti laki-laki menggunakan syal yang di ikat di leher, baju koko berwarna putih, celana batik, dan baret sebagai penutup kepala. Untuk pemain perempuan menggunakan pakaian kebaya.

Dalam perjalanan waktu, semenjak Keroncong Tugu Cafrinho dipegang oleh Guido Quiko mengalami banyak sekali perkembangan. Berdasarkan data dari artikel jurnal Paguyuban Keroncong Kampung Tugu, Jakarta Utara: Studi Pada Keroncong Tugu Cafringo Tahun 2006–2019 karya Putri Perwira Feriyansah, pada awal kepemimpinannya pada tahun 2006 hingga tahun 2008 mereka diundang untuk mengisi acara Pekan Raya Jakarta atau biasa disebut dengan PRJ. Hal ini menandakan bahwa Keroncong Tugu merupakan budaya penting yang harus di pamerkan supaya masyarakat luas lebih mengenal apa itu Keroncong Tugu. Di tahun yang sama pun Keroncong Tugu Cafrinho mendapatkan Penghargaan Anugerah Budaya pada tahun 2006 yang diberikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Sutiyoso. Penghargaan ini diberikan dengan tujuan untuk mengapresiasi karena telah berpartisipasi membantu Pemprov DKI Jakarta dalam membina, mengembangkan, dan melestarikan seni budaya di DKI Jakarta.

Pada tahun 2011, Keroncong Tugu Cafrinho juga dipercaya untuk mengisi acara di KTT Asean pada saat Indonesia menjadi tuan rumah pada acara tersebut. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Keroncong Tugu Cafrinho menjadi salah satu identitas budaya Indonesia yang penting untuk dijaga dan dilestarikan. Keroncong Tugu Cafrinho juga mendapatkan panggilan untuk mengisi acara dngan skala internasional, seperti undangan Kerajaan Negeri Malaka dalam rangka 7 Tahun World Heritage Melaka UNESCO pada 26–31 Oktober 2015. Selanjutnya diundang oleh Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao di Dilii Timor Leste pada Tahun 2014. Mereka diminta untuk mengisi acara pada KTT CPLP (Comunidade dos Paises de Lingua Portuguesa) ke-10. KTT CPLP tersebut merupakan konferensi tingkat tinggi negara berbahasa resmi Portugal. Hingga pada akhirnya Keroncong Tugu Cafrinho banyak mendapatkan undangan untuk mengisi berbagai acara kesenian di beberapa wilayah Indonesia, selain itu juga mereka banyak mendapatkan undangan dari beberapa stasiun televisi di Indonesia.

Tetapi semenjak adanya kasus Covid-19 masuk ke wilayah Indonesia, Keroncong Tugu Cafrinho mengalami penurunan dalam panggilan mengisi sebuah acara. Hal ini menyebabkan eksistensi Keroncong Tugu Cafrinho sedikit menurun. Tetapi Keroncong Tugu Cafrinho ini masih aktif beraktivitas di Kampung Tugu sendiri. Mereka memiliki sanggar untuk menampilkan aksi mereka dan masih aktif dalam menciptakan lagu.

Untuk menjaga dan melestarikan budaya ini, warga Kampung Tugu biasanya mengikuti sanggar yang ada disana. Mereka di ajak oleh para saudara dari pemain Keroncong Tugu ataupun inisiatif sendiri untuk belajar tentang budaya ini. Berdasarkan potongan video dari channel Youtube Eka Gustiwana, banyak anak muda yang tertarik dengan Keroncong Tugu tetapi tidak terlihat oleh media sehingga terlihat tidak berkembang atau hampir punah kebudayaan tersebut.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah Keroncong Tugu Cafrinho adalah sebuah kelompok musik Keroncong yang berasal dari Kampung Tugu, Jakarta Utara, dan memiliki sejarah yang panjang dalam mengembangkan dan melestarikan seni budaya Keroncong. Musik Keroncong sendiri merupakan hasil dari akulturasi budaya antara musik daerah dengan pengaruh kolonial masa Portugis dan Belanda.

Keroncong Tugu Cafrinho memiliki peran penting dalam membawa budaya Keroncong ke tingkat internasional. Mereka telah diundang untuk tampil dalam acara-acara besar baik di dalam maupun di luar negeri, seperti di Belanda, Timor Leste, dan acara tingkat ASEAN. Kelompok ini juga telah menerima penghargaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kontribusinya dalam melestarikan seni budaya.

Namun, seperti banyak kesenian lainnya, Keroncong Tugu Cafrinho juga mengalami tantangan, terutama selama pandemi COVID-19 di mana panggilan untuk tampil dalam acara-acara mengalami penurunan. Meskipun demikian, mereka tetap aktif dalam menjaga dan melestarikan budaya Keroncong di Kampung Tugu dengan melibatkan komunitas lokal, terutama generasi muda, untuk belajar dan menghargai seni budaya ini.

Dengan demikian, Keroncong Tugu Cafrinho adalah contoh yang menginspirasi tentang bagaimana sebuah kelompok seni mampu mempertahankan dan mengembangkan warisan budaya tradisional di tengah dinamika zaman modern dan tantangan global.

Saran yang membangun dari penulis untuk para anak muda, marilah kita kembangkan budaya kita sendiri. Jelajahi lebih dalam tentang budaya lokal kita yang sangat kaya ini. Para tetua sudah sangat terbuka untuk membagikan ilmunya kepada kita, mereka sudah berupaya sebisa mungkin untuk menjaga dan melestarikannya. Seharusnya kita dapat melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh para tetua, karena jika bukan kita, maka siapa lagi yang akan meneruskan semua yang sudah dihasilkan hingga saat ini?

Penulis : Habibie Dipa Hendratyo (202115500025)

No responses yet